Baru-baru ini kita mulai dipanaskan kembali dengan
budaya tawuran di antara para pelajar. Sampai-sampai terjadi korban jiwa. Dan
sungguh sadis, tawuran kali ini bukan hanya dengan main tangan, tetapi lebih
dari itu menggunakan senjata tajam.
Sebenarnya ada beberapa faktor yang kami amati
sebagai penyebab tawuran, yaitu kami bagi menjadi faktor internal maupun
eksternal.
1. Kurangnya didikan agama
Faktor internal yang paling besar adalah kurangnya
didikan agama. Jika pendidikan agama yang diberikan mulai dari rumah
sudahlah bagus atau jadi perhatian, tentu anak akan memiliki akhlak yang mulia.
Dengan akhlak mulia inilah yang dapat memperbaiki perilaku anak. Ketika ia
sudah merasa bahwa Allah selalu mengamatinya setiap saat dan di mana pun itu,
pasti ia mendapatkan petunjuk untuk berbuat baik dan bersikap lemah lembut.
Inilah keutamaan pendidikan agama. Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka
Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim
no. 1037). Jika anak diberikan pendidikan agama yang benar, maka pasti ia akan
terbimbing pada akhlak yang mulia. Buah dari akhlak yang mulia adalah akan
punya sikap lemah lembut terhadap sesama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda pula,
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِى شَىْءٍ قَطُّ
إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ عُزِلَ عَنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan terdapat pada sesuatu melainkan ia akan
menghiasinya. Dan tidaklah kelembutan itu lepas melainkan ia akan
menjelekkannya.” (HR. Ahmad 6: 206, sanad shahih).
Jadi tidak semua anak mesti cerdas. Jika cerdas
namun tidak memiliki akhlak mulia, maka ia pasti akan jadi anak yang brutal dan
nakal, apalagi jika ditambah jauh dari agama.
Faktor lainnya yang ini masih masuk faktor internal
adalah lingkungan pergaulan yang jelek. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan bagaimana pengaruh lingkungan yang jelek terhadap diri anak,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ
يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ،
وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا
خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang
jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika
engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau
minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya
yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa). Ibnu Hajar Al
Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan
orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga
menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan
manfaat dalam agama dan dunia.”
Biasanya karena pengaruh teman, takut dibilang “cupu
loe ga mau ikut tauran, punya nyali ga loe..??” atau “ini kan buat
kebaikan sekolah kita, klo loe ga ikut mending ga usah jadi temen gue”.
Kalau anak sudah memiliki agama yang bagus ditambah ia tahu bagaimana pergaulan
yang buruk mesti dijauhi, ditambah dengan ia tidak mau perhatikan ucapan
kawannya atau kakak angkatannya “cupu” atau “culun”. Tentu ia tidak mau
terlibat dalam tawuran.
Selain faktor internal faktor eksternal secara
tidak langsung mendorong para pelajar pelajar untuk melakukan aksi tawuran. Di
antara faktor tersebut
:
1. Kurangnya perhatian orang tua.
Saat ini pendidikan anak sudah diserahkan penuh
pada sekolah. Orang tua (ayah dan ibu) hanya sibuk untuk cari nafkah mulai
selepas fajar hingga matahari tenggelam. Sehingga kesempatan bertemu dan
memperhatikan anak amat sedikit. Jadinya, tempat curhat dan cari perhatian si
anak adalah pada teman-temannya. Kalau yang didapat lingkungan yang jelek,
akibatnya ia pun akan ikut rusak dan brutal. Beda halnya jika ibunya berdiam di
rumah. Tentu dia akan lebih memperhatikan si anak. Inilah mengapa di antara
hikmah Allah memerintahkan wanita untuk berdiam di rumah,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab:
33). Karena pendidikan dalam rumah lebih dibebankan pada para wanita. Sedangkan
pendidikan luar rumah atau pendidikan kemasyarakatan, itulah yang dibebankan
pada para pria.2- Faktor ekonomi
Biasanya para pelaku tawuran adalah golongan
pelajar menengah ke bawah. Disebabkan faktor ekonomi mereka yang pas-pasan
bahkan cenderung kurang membuat membuat mereka melampiaskan segala ketidakberdayaannya
lewat aksi perkelahia. Karena di antara mereka merasa dianggap rendah
ekonominya dan akhirnya ikut tawuran agar dapat dianggap jagoan.
Jika anak walau ia berekonomi menengah ke bawah
menyadari bahwa tidak perlu iri pada orang yang berekonomi tinggi karena
seseorang bisa mulia di sisi Allah adalah dengan takwa. Pemahaman seperti ini
tentu saja bisa didapat jika si anak mendapatkan pendidikan agama yang baik.
Jadi, yang terpenting dari ini semua adalah
tarbiyah (pendidikan) agama dan pembinaan iman, ini faktor penting yang membuat
anak tercegah dari tawuran, di samping pula perhatian orang tua.
Semoga para orang tua bisa menyadari hal ini. Wallahu waliyyut taufiq.Sumber : http://remajaislam.com/islam-dasar/akhlaq-mulia/210-faktor-penyebab-tawuran-kurangnya-didikan-agama-dan-perhatian-orang-tua.html
No comments:
Post a Comment